PEMBUATAN GULA MERAH CETAK, GULA SEMUT,
GULA INVERT, DAN PRODUK HIDROLISAT PATI,
SERTA ANALISIS MUTU PRODUK GULA
Oleh
:
Aloysius
Boris Ronycahya (F34100089)
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kuliner
Indonesia kebanyakan cenderung memiliki rasa manis karena lidah masyarakat
Indonesia yang sudah terbiasa mengkonsumsi makanan dengan rasa manis sehingga
penggunaan bahan pemanis di Indonesia cukup banyak dan cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Bahan pemanis merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan
dalam sebuah makanan atau minuman yang berfungsi untuk memberi rasa manis pada
makanan atau minuman tersebut. Bahan pemanis ini dapat berasal dari bahan alami
maupun buatan. Dulu orang mengenal sumber
rasa manis alami dari gula yang di buat dari tebu atau bit,
aren, kelapa dan pemanis lain seperti madu dan buah-buahan atau dikenal
juga sebagai pemanis alami. Selain memberikan rasa manis ternyata gula
adalah penyumbang kalori yang baik karena mengandung
gizi untuk tubuh manusia. Salah satu gula alami yang cukup dikenal oleh
masyarakat luas yaitu gula merah. Gula merah merupakan hasil olahan dari nira
dengan cara menguapkan airnya lalu dicetak. Gula merah ini dapat berasal dari
nira tebu ataupun nira dari tanaman golongan palma. Walaupun terlihat kuno
namun gula merah ini tetap memiliki banyak peminat. Gula merah ini banyak
diminati oleh masyarakat baik dari dalam negeri maupun luar negeri karena
memiliki komposisi kimia yang tidak membahayakan penggunanya, alami, rasanya
yang khas, serta sifatnya yang tradisional. Oleh karena itulah saat ini cukup
banyak dikembangkan cara produksi gula merah yang lebih modern untuk memenuhi
permintaan pasar yang cukup besar. Salah satu produk yang berasal dari gula
merah adalah gula semut yang merupakan diversifikasi produk gula merah yang
berbentuk serbuk atau dikenal juga dengan sebutan Palm Sugar. Gula semut banyak diminati karena bentuknya kristal atau
serbuk sehingga mempermudah dalam penggunaan. Selain itu, dengan bentuk
kristalnya tersebut gula semut ini memiliki tingkat kekeringan yang lebih
tinggi sehingga umur simpannya lebih lama. Walaupun gula semut ini memiliki
manfaat yang kurang lebih sama dengan gula merah cetak, namun dengan kelebihan
tersebut gula semut ini lebih banyak diminati dan permintaanya cenderung naik
terutama dari luar negeri.
Karena
tingkat kebutuhan akan bahan pemanis cenderung meningkat, sering kali
masyarakat menginginkan bahan pemanis yang memiliki tingkat kemanisan yang
lebih tinggi sehingga volume penggunaannya dapat dikurangi. Gula merah cetak
dan gula semut memiliki tingkat kemanisan yang kurang lebih sama karena kedua
jenis gula ini memiliki komposisi yang sama, hanya saja bentuknya yang berbeda.
Baik gula merah cetak maupun gula semut sama sama dapat dikonversi menjadi gula
yang memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi melalui proses hidrolisis
yang produknya dikenal dengan sebutan gula invert. Gula invert merupakan hasil
hidrolisis dari sukrosa yaitu glukosa dan fruktosa. Jika tingkat kemanisan
relatif gula merah atau gula semut yang komposisinya sebagian besar merupakan
sukrosa adalah 100, maka tingkat kemanisan gula invert ini berkisar antara
85-130. Gula invert ini dapat berasal dari gula pasir, gula merah cetak, maupun
gula semut. Dengan tingkat kemanisan yang lebih tinggi serta penggunaanya yang
lebih mudah karena berbentuk cair, gula invert juga banyak diminati oleh
masyarakat sehingga banyak dikembangkan teknologi yang lebih modern untuk
menghasilkan produk gula invert yang lebih berkualitas. Oleh karena itulah
pembuatan gula invert dari berbagai jenis gula ini sangat penting untuk
dipelajari.
Untuk memenuhi permintaan pasar, berbagai
jenis gula yang dihasilkan baik gula merah cetak, gula semut maupun gula invert
haruslah sesuai dengan persyaratan mutu yang ada. Untuk mengetahui mutu dari
produk-produk gula yang dihasilkan maka dibutuhkan suatu analisa terhadap
produk-produk tersebut. Analisa ini meliputi uji warna, kekerasan, uji bagian
yang tidak larut air, uji gula pereduksi, uji kadar sukrosa, serta uji total
gula. Uji ini sangat penting untuk dilakukan karena selain untuk mengetahui
mutu dari produk gula yang dikasilkan, analisis ini juga dapat digunakan untuk
mengetahui metode terbaik yang dapat digunakan dalam memproduksi gula merah,
gula semut, maupun gula invert.
Selain sukrosa, glukosa maupun fruktosa yang
memberi rasa manis pada gula merah, gula semut dan gula invert, sumber rasa
manis lain yang terdapat pada tanaman adalah pati. Pati merupakan jenis
polisakarida yang juga menyimpan rasa manis namun tingkat kemanisannya lebih
rendah. Sumber pati banyak terdapat pada tanaman baik pada bagian umbi, biji,
atau batang tanaman. Selama ini pati belum banyak dimanfaatkan secara luas oleh
masyarakat. Padahal melalui proses yang cukup sederhana, pati ini dapat
dikonversi menjadi meltodekstrin, sirup, glukosa maupun sirup fruktosa.
Pembuatan produk hidrolisat dari pati seperti yang telah disebutkan sebelumnya
dapat dilakukan dengan menggunakan kalatis asam maupun katalis enzim. Selain
sebagai salah satu bentuk diversifikasi dari pati, pembuatan produk-produk
hidrolisat pati ini juga sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah dari
pati karena kebanyakan produk-produk hidrolisat pati ini memiliki kegunaan yang
lebih tinggi dari pada pati itu sendiri. Oleh karena itu pembuatan produk
hidrolisat pati ini penting untuk dilakukan.
1.1
Tujuan
Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mempelajari cara pembuatan gula merah cetak dari
nira tebu serta mengetahui perbedaan gula yang dihasilkan pada berbagai bagian
batang tebu yang berbeda. Selain itu praktikum ini juga bertujuan untuk
mempelajari cara pembuatan gula semut dari gula aren dan gula kelapa, cara
pembuatan gula invert dengan inversi asam, cara pembuatan produk hidrolisat
pati, serta mengetahui mutu dari gula yang dihasilkan dengan melakukan uji
terhadap warna, kekerasan, kadar sukrosa, bagian yang tidak larut dalam air,
kandungan total gula, dan gula pereduksi.
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Nira adalah suatu jenis cairan atau ekstrak
yang berasal dari tanaman yang mengandung gula relatif tinggi. Gula merah merupakan
gula yang berasal dari proses pengolahan nira baik nira yang berasal dari
tanaman kelapa, aren, lontar, maupun tebu, yang berbentuk padat dan berwarna
coklat kemerahan sampai dengan coklat tua. Kadar sukrosa pada batang bagian
atas tebu lebih sedikit daripada batang bagian bawah tebu. Hal ini berhubungan
dengan proses pembentukan gula yang terjadi pada tanaman tebu. Prinsip
pembuatan gula merah dari nira adalah proses penguapan nira dengan cara
pemanasan sampai nira mencapai kekentalan tertentu kemudian mencetaknya menjadi
bentuk yang diinginkan. Gula merah cetak yang dibuat tanpa penambahan kapur
memiliki penampakan/warna yang lebih gelap dari pada gula merah cetak yang
diberi penambahan kapur. Reaksi pencoklatan (browning) adalah reaksi yang menghasilkan warna kecoklatan pada
bahan makanan. Reaksi karamelisasi merupakan degradasi gula yang menghasilkan
produk akhir berupa polimer tanpa nitrogen berwarna coklat. Reaksi dehidrasi
disebut juga reaksi degradasi asam. Semakin meningkat pH, maka proses fisi juga
akan semakin meningkat. Gula merah yang warnanya lebih cerah
dianggap memiliki kualitas yang lebih baik. Kadar sukrosa dalam gula merah cetak sangat mempengaruhi
kemampuan gula untuk mengeras
Berdasarkan
warna, kualitas gula yang terbaik adalah gula kelompok 1 dan 6. Kadar gula pereduksi yang paling
tinggi adalah gula merah cetak kelompok 5 yakni sebesar 43%. Berdasarkan kadar
gula pereduksi gula merah kelompok 1 adalah yang paling baik karena kandungan
gula pereduksinya paling sedikit. Gula merah yang memiliki kandungan kadar
sukrosa yang paling tinggi adalah gula merah cetak kelompok 4 yakni 30.58%..
Gula
semut merupakan bentuk diversifikasi produk gula merah yang berbentuk serbuk.
Kegagalan pembentukan kristal pada gula kelapa dalam pembuatan gula semut
terjadi karena kualitas gula merah cetak yang digunakan kurang baik. Semakin tinggi kadar sukrosa maka
kemampuan gula untuk membentuk kristal semakin tinggi.
Hasil
pengujian warna yang dilakukan menunjukkan bahwa kualitas gula semut yang
paling baik adalah kelompok 3, 4, dan 5. Kadar gula pereduksi yang paling tinggi adalah gula semut kelompok 1
yakni sebesar 60.52% Gula semut yang memiliki kandungan kadar sukrosa yang
paling tinggi adalah gula semut kelompok 6 yakni 50.23%.
Gula
invert yang dibuat dengan menggunakan HCl memiliki volume yang lebih banyak
dari pada gula invert yang dibuat dengan menggunakan asam tartarat. Hal ini
karena daya inversi HCl lebih tinggi dari pada asam tartarat. Pada uji DNS dan
uji total gula dengan metode fenol belum didapatkan hasil yang sesuai karena
masih banyak ditemukan kesalahan, salah satunya yaitu adanya nilai absorbansi
yang minus pada beberapa kelompok. Nilai absorbansi yang minus menjunjukkan
bahwa konsentrasi larutan atau sampel lebih rendah dari pada blanko yang
digunakan sehingga menghasilkan nilai absorbansi yang minus.
Uji
DNS maupun uji total gula menggunakan metode fenol sama-sama menghasilkan nilai
R2 yang tinggi. Hal ini menunjukkan kurva standar yang dibuat
memiliki ketelitian yang sangat tinggi sehingga kurva standar tersebut layak
untuk dijadikan acuan.
Hidrolisis
pati dapat dilakukan oleh asam ataupun enzim. Maltodekstrin merupakan salah
satu produk hidrolisis pati yang mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian
besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik. Sirup glukosa mengandung
D-glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa. Nilai kemanisan sirup glukosa
relatif lebih rendah dibandingkan dengan sukrosa. Makin tinggi derajat konversinya,
makin tinggi pula kemanisannya. Hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati
secara spesifik pada percabangan tertentu. Sedangkan hidrolisis dengan asam,
molekul pati akan dipecah secara acak oleh asam dan gula yang dihasilkan
sebagian besar merupakan gula pereduksi.
Uji
Iod adalah uji yang bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. DE atau
angka pereduksi menunjukkan jumlah gula pereduksi dari pati atau turunannya
yang dihitung sebagai nilai dekstrosa pada bobot kering, sedangkan DP
menunjukkan rata-rata jumlah unit monomer yang terkandung dalam molekul.
Semakin besar nilai DE, maka semakin besar presentase pati yang berubah menjadi
gula pereduksi.
Jika
dibandingkan dengan tapioka, proses hidrolisis pati pada sagu akan lebih lambat
dan produk yang terbentukpun lebih sedikit. Hal ini karena sagu memiliki ukuran
granula yang lebih besar dibandingkan granula yang dimiliki tapioka. Penambahan
katalis asam akan menghasilkan jumlah gula pereduksi yang lebih banyak
dibandingkan dengan produk yang ditambahkan katalis enzim karena penambahan
asam memiliki tingkat kecepatan hidrolisis yang lebih tinggi.
DNS memiliki fungsi untuk menghentikan reaksi pada
metode deteksi amilase. Pengukuran absorbansi suatu cairan pada metode DNS
menggunakan alat yang bernama spektrofotometer yang prinsip kerjanya, dengan
menggunakan gelombang dengan panjang tertentu yang diatur agar dapat menembus
suatu larutan. Semakin kecil kerapatan yang dimiliki suatu larutan, maka
semakin mudah suatu gelombang α menembusnya, akhirnya berkorelasi dengan nilai
absorban yang semakin kecil pula. Nilai absorbansi dipengaruhi oleh penambahan
ppm. Pada hasil yang diperoleh bahwa gula pereduksi yang paling tinggi adalah
pada maltodekstrin dengan perlakuan enzim dan berarti tingkat kemanisan maltodekstrin
tersebut paling tinggi dari yang lain. Metode fenol dapat digunakan untuk
mengukur total gula pada produk hidrolisat pati. Berdasarkan
data yang diperoleh, diketahui bahwa gula pereduksi yang paling tinggi adalah
pada sirup glukosa dengan enzim.